Halaman

Kamis, 02 Agustus 2012

RESENSI BUKU NON-FIKSI



Sering kita jumpai dalam surat kabar maupun berita yang berjudul “Timbangan Buku” atau “Resesnsi”, yang sepintas berita itu kurang diperhatikan pembaca. Namun bagi penulis yang gemar membaca, timbangan buku ini sudah barang tentu tak akan dilewatkan begitu saja. Dan kali ini saya akan membahas tentang resensi buku non-fiksi yang sedang menjadi tugas bahasa Indonesia kelas XII saat ini di sekolahku.

        Ada yang tau apa itu resensi buku non-fiksi ? Yaps., resensi buku nonfiksi adalah sebuah karya tulis yang bertujuan untuk mengulas sebuah buku novel, untuk memberikan gambaran kepada orang lain tentang keberadaan buku novel tersebut secara lengkap, baik dari unsur luar ( ekstrinsik ) buku nonfiksi maupun unsur dalam ( intrinsik ) buku non-fiksi tersebut. Resensi atau Timbangan Buku adalah berita yang memberikan penilaian suatu buku yang baru diterbitkan. Penilain apakah buku baru itu baik atau tidak untuk dibaca.

           Sebagaimana dijelaskan dalam dasar materi bahwa resensi berasal dari bahasa latin yaitu “revidere” atau “recensere” ( kata kerja ) yang mempunyai arti melihat kembali atau menilai. Dalam bahasa belanda disebut juga “resencie” dan dalam bahasa inggris disebut “review”. Dari ketiga bahasa tersebut kata resensi mengacu pada sebuah arti kata " mengulas sebuah buku ".

Seorang resentator/Penulis resensi yang baik, dalam memberikan pertimbangannya pada sebuah buku yang baru diterbitkan harus memberikan ulasan-ulasan yang objektif mengenai hal-hal berikut :

         Jenis buku
Jenis/bentuk buku itu apakah berupa novel, biografi, atau yang lain. Selain itu seorang resentator menyebutkan juga buku termasuk buku fiksi atau nonfiksi.

         Keaslian ide
Buku itu apakah benar-benar merupakan karya asli dari pengarangnya atau merupakan jiplakan maupun terjemahan dari buku lain yang pernah terbit.

         Bentuk
Bagaimana mengenai bentuk atau format dari buku itu. Apakah bentuknya, kertas, ilustrasi cover, jenis huruf yang dipakai, dan sebagainya.

         Isi dan Bahasa
Dilihat dari segi isi, resentator perlu memperhatikan unsur-unsur intrinsiknya, yaitu tentang tema, alur, perwatakan, sudut pandang dan sebagainya. Bahasa dalam buku itu dapat ditinjau dari segi sruktur kalimat, gaya bahasa/style, ungkapan dan lain-lain. Apakah bahasa yang digunakan memakai bahasa sehari-hari yang segar tidak menjemukan, mudah dimengerti oleh pembaca, dan sebagainya. Mudah dipahami atau sukar diterima pembaca. Pengujian materi mendapat perhatian juga dari resentator.

         Simpulan
Akhirnya seorang penulis resensi harus dapat menyimpulkan, apakah buku itu baik dan perlu dibaca atau tidak dengan cara :
• menulis data buku yang dibaca,
• menulis ikhtisar isi buku,
• mendaftar butir-butir yang merupakan kelebihan dan kekurangan buku,
• menuliskan pendapat pribadi sebagai tanggapan atau isi buku, dan
• memadukan ikhtisar dan tanggapan pribadi ke dalam tulisan yang utuh.

Prinsip dasar penulisan resensi buku non-fiksi yakni bertujuan untuk :

1.      memberikan informasi atau pemahaman tentang sebuah buku nonfiksi (baru) kepada khalayak ramai secara komprehensif tentang apa yang tampak dan terungkap dalam buku tersebut.

2.      mengajak pembaca untuk memikirkan dan merenungkan isi dalam sebuah buku non-fiksi

3.      Memberikan pertimbangan kepada pembaca apakah nonfiksi itu layak dibaca atau tidak

4.      Menjawab pertanyaan yang muncul jika seseorang bertanya tentang nonfiksi yang baru dijumpai dala hal, siapa pengarang nonfiksi, mengapa dan bagaimana liku-liku pengarang menulis buku nonfiksi tersebut, apa yang dapat ditemukan dalam buku nonfiksi tersebut, bagaimana hubungan buku nonfiksi tersebut dengan buku yang sejenis dan bagaimana hubungan dengan buku yang sejenis dengan karya pengarang yang sama maupun dengan buku lain dan karya pengarang yang lain pula.??

Untuk kalangan tertentu resensi buku nonfiksi bertujuan sebagai berikut :

1.      Dengan membaca resensi buku nonfiksi akan mendapatkan bimbingan dalam memahami isi buku nonfiksi mulai dari penggunaan kebahasaan buku nonfiksi dan lain sebagainya.

2.      Dengan membaca resensi buku nonfiksi dapat memberikan gambaran tentang pengarang dan keberadaannya kepada kalangan masyarakat secara nyata.

Sebuah resensi harus memuat hal-hal sebagai berikut.

1. Data buku atau identitas buku
a. Judul buku
    Jika buku yang akan kamu resensi adalah buku terjemahan, akan
    lebih baik jika kamu menuliskan judul asli buku tersebut.

b. Penulis atau pengarang
    Jika buku yang diresensi adalah buku terjemahan, kamu harus
    menyebutkan penulis buku asli dan penerjemah.

c. Nama penerbit

d. Cetakan dan tahun terbit

e. Tebal buku dan jumlah halaman

2. Judul Resensi
    Judul resensi boleh sama dengan judul buku, tetapi tetap dalam konteks buku itu.

3. Ikhtisar Isi Buku
Dalam meresensi buku, seorang peresensi harus menulis buku yang hendak diresensi. Ikhtisar adalah bentuk singkat dari suatu karangan atau rangkuman. Ikhtisar merupakan bentuk singkat karangan yang tidak mempertahankan urutan karangan atau buku asli, sedangkan ringkasan harus sesuai dengan urutan karangan atau buku aslinya.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat ikhtisar isi buku adalah sebagai berikut.
a. Membaca naskah/buku asli
    Penulis ikhtisar harus membaca buku asli secara keseluruhan untuk
    mengetahui gambaran umum, maksud, dan sudut pandang pengarang.
b. Mencatat gagasan pokok dan isi pokok setiap bab
c. Membuat reproduksi atau menulis kembali gagasan yang dianggap
    penting ke dalam karangan singkat yang mempunyai satu kesatuan yang padu.

4. Kelebihan dan Kekurangan Buku
    Penulis resensi harus memberikan penilaian mengenai kelebihan dan kelemahan buku yang disertai dengan ulasan secara objektif.

5. Kesimpulan
    Penulis resensi harus mengemukakan apa yang diperolehnya dari buku yang diresensi dan imbauan kepada pembaca. Jangan lupa cantumkan nama kamu selaku peresensi.

Perhatikan contoh resensi berikut!
1.      Judul : Pesona Barat: Analisa Kritis-Historis tentang Kesadaran Warna
Kulit di Indonesia
Penulis : Vissia Ita Yulianto
Penerbit: Jalasutra, Yogyakarta
Cetakan : 1, 2007
Tebal : xvii+170 halaman

                                   KETERPESONAAN “TIMUR” TERHADAP “BARAT
Definisi “cantik” kini sudah mengalami pergeseran makna. Idealisme kecantikan yang terdapat dalam kakawin-literatur pada zaman budaya Jawa, belum mempunyai hubungan atau kontak dengan budaya Barat menunjukkan kecantikan diasosiasikan dengan alam, seperti bunga, gunung, laut, dan padanan lainnya.

Di era 1980-an, perempuan Indonesia tersihir dengan kosmetik lokal yang menjanjikan kulit kuning langsat bak putri keraton. Kini, cantik dinarasikan dengan warna kulit yang putih, badan tinggi semampai, dan wajah Indo. Hal ini terepresentasi dengan munculnya berbagai iklan yang menawarkan produk pemutih kulit dan wajah Bagi masyarakat, khususnya perempuan Indonesia, memiliki kulit putih bukan semata-mata karena warna kulitnya saja, tetapi juga semua simbol yang melekat padanya: prestise, percaya diri, superioritas, dan dipandang sebagai satu representasi “Barat”.

Buku ini menyajikan sebuah konteks bagaimana kolonialisme Belanda, refeodalisme rezim Orde Baru, dan kapitalisme global menjadi sebuah sinergi dalam membentuk kesadaran tentang dan perilaku terhadap warna kulit di Indonesia kontemporer. Di bawah kolonialisme Belanda, politik diskriminasi dan pemaksaan budaya mengakibatkan berakarnya mentalitas inlander (konsep rendah diri) dalam masyarakat pribumi. Menganggap “Barat” sebagai bangsa yang lebih unggul, merasa rendah diri di hadapan mereka, serta masih adanya mental inlander inilah yang dimaksud penulis sebagai keterpesonaan bangsa “Timur” yang “terjajah” terhadap “Barat”.

2.      Judul Buku : Cerdas Bahasa Indonesia Untuk SMA/MA Kelas XXI
Pengarang : Engkos Kosasih
Penerbit : Erlangga
Kota Terbit : Jakarta
Tahun : 2008
Harga : Rp 25.000,-
Jenis Kertas : HVS

Menuntut ilmu itu wajib atas tiap Muslimin dan Muslimah. [Al-Hadits]
“Barang siapa yang menempuh satu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan mempermudah jalannya menuju surga.” (HR.Muslim)

Jika ada yang memahami hadits di atas secara tekstual. Secara tekstual, Hadits di atas memang mewajibkan ummat Islam untuk menuntut ilmu. Kewajibannya adalah wajib ain, artinya wajib bagi setiap ummat Islam.

Buku bersampul hijau dan kuning ini berisi 196 halaman dan terdapat 8 bab,4 bab pada pembahasan pertama, 4 bab lainnya pada pembahasan kedua. Pada pembahasan pertama yaitu kegiatan bersama, Bab I tertulis pada halaman 1, BAB II terdapat pada halaman 25, BAB III (Keperluan Hidup) tertuang dalam halaman 47, Bab IV berisi “Melejitkan Potensi Diri” tertulis pada halaman 73. Pada pembahasan yang kedua yaitu Bab V pada halaman 103 membahas menghargai kretivitas, Bab VI membahas tentang “Budaya Daerah” bab ini tertulis pada halaman 125, Bab VII membahas tentang “Menguasai Ilmu Pengetahuan”, Bab VIII membahas tentang “Kegiatan Berkesan”. Pada akhir buku ini terdapat Epilog ditulis pada sampul belakang.

Di dalam buku ini juga dilampirkan tokoh-tokoh atau sosok cerdas yang ada disetiap awal bab pembelajaran baru. Sehingga hal tersebut dapat membuat pembaca atau memotivasi pembaca untuk meneladaninya. Serta, dalam buku ini pembaca diharapkan menjadi orang yang cerdas berbahasa Indonesia.

Buku ini mengandung MISI untuk menghidupkan potensi pembaca agar benar-benar cakap berbahasa Indonesia dengan tetap berciri orang Indonesia. Berkarakter bangsa merupakan misi lainnya pula dari buku ini. Banyak fitur-fitur yang di sertakan dalam buku ini yaitu; Apresiasi, Lintas Akademika, Studi Lapangan, Studi Pustaka, Telusur Makna, Tes Kognitif, Uji Kompetensi, dan Refleksi Diri yang dapat menuntun pembaca menjadi pribadi yang cerdas dan bekerja sama.

Dalam akhir atau kover belakang buku terdapat epilog menjelaskan visi-visi khusu dalam setiap jilidnya, salah satunya Lerning To Be (merupakan visi buku kelas XII jilid ke 3. Berdasarkan visi tersebut Anda diajak untuk meneladani tokoh yang ditampilkan, yakni Sosok Cerdas. Dengan cara begitu, Anda diharapkan untuk dapat tertarik untuk mempelajari pelajaran tersebutdan termotivasi mengikuti jejak langkah tokoh.

Kegiatan-kegiatan dalam buku ini sesungguhnya mengarahkan pembaca untuk selalu santun berbahasa, mengajak pula untuk selalu peduli pada dunia sekitar, dan asyik bekerja sama.

Penulis menggunakan kalimat yang berpanjang lebar dalam menerangkan permasalahan tetapi gampang dimengerti. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang santun, baik dan benar.

Gaya penulis menuangkan idenya adalah dengan gaya bercerita, itu dilihat dari tulisan penulis yang menjelaskan sesuatu dengan contoh hal ini mempermudah pembaca memahami suatu pembahasan.

Dengan melakukan pendekatan-pandekatan yang terdapat buku ini menjadi kelebihan tersendiri, namun terdapat kekurangan pada buku ini yaitu catakannya yang berwarna hitam putih dan secara kasat mata gambar yang ditampilkan kurang jelas. Hal ini dapat mengurangi minat pembaca untuk membaca buku ini

Dibandingkan dengan buku lainnya buku ini lebih mudah dimengerti dan bagi anda pembaca buku ini sangat mudah untuk mengaplikasinya.

Buku ini berguna bagi siapa saja terutama bagi para pelajar saja yang ingin belajar berbahasa Indonesia, buku ini juga cocok buat para pembaca lain yang ingin belajar berbahsa Indonesia karena terdapat pembahasan mudah dimengerti.

Penulis menggunakan kalimat yang berpanjang lebar dalam menerangkan permasalahan tetapi gampang dimengerti. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang santun, baik dan benar.

Semua itu tergantung pada pembaca yang ingin menambah wawasan tentang Berbahasa Indonesia, karena saya hanya mengenalkan bagaimana buku tersebut, dan saya menjelaskan apa adanya.

source :
iwanbahasadansastra.blogspot.com , Kompas, 26 Agustus 2007 , www.crayonpedia.org , dinarwahyu.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar